Waktu zaman kanak-kanak dulu bila baca Qur’an, selalu bertanya-tanya kenapa ada satu perkataan dalam Surah Al-Kahfi yang diberi warna merah?
Ada yang mengatakan, sejarah dibalik perkataan ini dicetak merah adalah ketika Sayyidina Usman bin Affan RA terbunuh, percikan darahnya mengenai mushaf Al-Quran tepat pada tulisan “وليتلطف”.
Maka karena itu ia ditulis dengan warna merah untuk mengenang kematian Sayyidina Usman bin Affan RA.
Namun banyak yang berpendapat tidak pasti asal-usul dan kesahihan kisah ini. Dan bukan sejarah atau kenapa ia berwarna merah yang ingin dibahas disini.
Apa yang ingin dijelaskan adalah berkenaan dengan kedudukan dan pesan penting yang terdapat dalam perkataan “وليتلطف” itu sendiri.
Menurut Ibnu ‘Asyur dalam kitabnya ‘At-Tahrir Wa At-Tanwir’, mayoritas Ulama’ Ilmu Tafsir berpendapat jika ditelisik satu-persatu perkataan dalam Al-Quran bermula dari perkataan “الحمد” di dalam Surah Al-Fatihah dan berakhir dengan perkataan “الناس” dalam Surah An-Nas, kita akan dapati perkataan “وليتلطف” kedudukannya terletak betul-betul di tengah-tengah Al-Quran.
Umpamanya dalam satu bulatan, perkataan ini merupakan titik tengah (central point), terbentuk di sekelilingnya satu lingkaran dengan jarak tidak berubah.
Apakah hikmah perkataan ini sebagai ‘central point’ Al-Quran?
Jika kita membuat sedikit ‘pembedahan’ terhadap perkataan “وليتلطف”, ia terdiri dari 3 unsur;
1. Wau al-‘Athaf (و العطف) : Kata penghubung
2. Lam al-Amr (لام الأمر) : Kata suruhan atau perintah
3. Perkataan يتلطف : Kata kerja
Perkataan “يتلطف”, jika diperhatikan, mengandung di dalamnya maksud kindness (berbuat baik), patience (bersabar), respectful (menghormati), generous (bermurah hati), gentle (lemah lembut) dan humble (rendah hati).
Atau dengan kata lainnya, segala sifat yang baik terkumpul dalam satu perkataan ini.
Mkasu perkataan ini diikat dengan kata suruhan dan perintah, menunjukkan ia merupakan satu perintah dari Allah SWT untuk kita senantiasa menghormati dan berbuat baik sesama manusia, tanpa mengira umur, pangkat, bangsa dan agama.
Terletaknya pula perkataan ini di lokasi paling tengah di dalam Al-Quran, memberi isyarat kepada kita bahwa pesan agung yang ingin disampaikan Kitabullah ini adalah tentang pentingnya kita sebagai manusia, dalam menjalani kehidupan di dunia ini agar senantiasa bersikap toleransi, lemah lembut, pemaaf, rendah hati.
Sebagaimana Allah SWT turut memberi dorongan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW dalam Surah Ali Imran, Ayat 159:
“Maka dengan sebab rahmat dari Allah kepadamu wahai Muhammad, engkau telah bersikap lemah-lembut kepada mereka, dan kalaulah engkau bersikap kasar lagi keras hati, tentulah mereka lari dari dirimu. Oleh itu maafkanlah mereka, dan mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan..”
Inilah ‘central thought’ yang dibawa oleh Al-Quran. Tidak terfikirkan juga bagaimana bentuk ayat Al-Quran yang datang; ayat hukum, ayat penceritaan, ayat suruhan sekalipun ayat larangan, hakikatnya Al-Quran sedang membawa para pembacanya kembali kepada maqasid asal penurunan Al-Quran itu sendiri;
“Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau wahai Muhammad, melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.” (Surah Al-Anbiyaa’: 107)
Allah mengutuskan Baginda Nabi Muhammad SAW ke dunia, dengan tugas menyebarkan Kalam Tuhannya. Di dalam Kalam-Kalam itu mengandungi pesan-pesan ‘rahmat’ buat sekalian penduduk bumi dan langit.
“Tidak kami turunkan Al-Quran kepadamu wahai Muhammad supaya engkau menanggung kesusahan.” (Surah Taaha: 2)
Tidak pula Allah menurunkan Al-Quran supaya kita menanggung kesusahan, secara mafhum mukhalafahnya, Al-Quran diturunkan kepada manusia supaya mereka dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kerana setelah kita menyahut seruan Tuhan untuk bersikap baik dan berlemah lembut sesama insan, kita akan mendapati kehidupan di dunia ini berjalan dengan mudah, gembira, bahagia dan penuh keberkahan.
Maka benarlah firman Allah yang bermaksud:
“Dan tidaklah sama kesannya perbuatan yang baik dan perbuatan yang jahat. Tolaklah kejahatan dengan cara yang lebih baik; apabila engkau berkelakuan sedemikian, maka orang yang menaruh rasa permusuhan terhadapmu, dengan serta merta akan menjadi seolah-olah seorang sahabat karib.
Dan sifat terpuji ini tidak dapat diterima dan diamalkan melainkan oleh orang yang sabar, dan tidak juga dapat diterima dan diamalkan melainkan oleh orang yang mempunyai bahagian yang besar dari kebahagiaan dunia dan akhirat.” (Surah Fussilat: 34 & 35)