Seni mendengarkan (listening skills) merupakan bagian dari keahlian komunikasi , selain menulis (writing skills) dan berbicara (speaking skills).
Berbicara sebagai keterampilan dasar manusia dalam berkomunikasi, namun sangat sedikit yang mau mempelajari bagaimana cara mendengar yang baik, padahal dengan mendengarlah ilmu bisa diserap, sebuah masalah bisa dipecahkan dan sebuah gagasan bisa diwujudkan. Tidak sedikit perdebatan, perselisihan, bahkan pertengkaran terjadi hanya karena “salah dengar.
Oleh karena manusia diciptakan Allah dengan satu mulut dan dua pendengaran yang seharusnya proporsi mendengar harus lebih banyak daripada berbicara. Rosulullah-pun mengingatkan, barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah dengan kata-kata yang baik ataupun lebih baik diam. Alasannya masuk akal, sebab kata-kata kita kelak akan dipertanggungjawabkan (QS. 50:18), sehingga kita senantiasa dituntut untuk berhati-hati dalam berbicara.
Banyak orang yang menganggap bahwa mendengarkan itu adalah suatu hal yang sangat mudah untuk dilakukan, namun dalam sebuah komunikasi efektif, yang diperlukan bukan sekedar mendengar, namun juga menyimak. Menyimak tidak hanya sekedar mendengar, tetapi juga mampu menangkap dan mengetahui maksud dari si pembicara. Berikut ini beberapa tips seni dalam mendengar yang bisa Anda terapkan untuk membuat komunikasi Anda menjadi lebih efektif.
Dengan hanya berbicara dan tidak mendengar, seorang pembicara hanya akan menjadi pembicara yang membosankan dan arogan. Pembicara seperti itu hanya akan menjadi corong, tape recorder dan sekaligus audio player. Pembicara seperti ini, biasanya adalah pembicara yang terjebak dalam krisis “flight or fight”, kurang persiapan atau percaya dirinya runtuh dan pridenya jatuh.
Mendengar, adalah bagian tak terpisahkan dari suatu sesi bicara. Mendangarlah yang membuat sebuah sesi bicara menjadi hidup dan tak redup. Mendengar adalah elemen penting yang menjadi sebuah sesi bicara dingat dan dikenang, sebuah sesi bicara yang membawa manfaat dan mencerahkan.
Jika kita bicara baik dengan cara yang baik, maka orang akan mendengarkan. Jika tidak, kitalah yang semestinya mendengar. Dengan ini, sebuah sesi pembicaraan akan menjadi transaksi dan pertukaran yang sehat dan menyehatkan.
Pakar Komunikasi Oscar Bruce, mengatakan bahwa Seseorang memperkenalkan diri kepada Saya. Saya memperkenalkan diri Saya, lalu tiba-tiba Saya tidak bisa mengingat lagi namanya! Apa yang terjadi?. Saya mengatakan, “Sederhana saja, Anda tidak lupa pada nama mereka. Anda hanya tidak pernah mendengarkannya dengan seksama sejak awal bicara. Anda hanya berfokus pada diri sendiri, dan bukan pada orang lain.”
Psikolog besar, Carl Rogers mengatakan, “Mendengar adalah kekuatan terbesar yang dikenal manusia untuk membebaskan potensi dari diri orang lain. Komunikasi yang nyata hanya terjadi bila kita mendengar untuk mengerti dan memahami. Untuk melihat ide dan sikap dari kacamata orang lain. Inilah kunci untuk menjadi master motivator dan persuader.”
Stephen Covey si pengarang “Seven Habits” itu mengungkapkan, “most people do not listen with the intent to understand; they listen with the intent to reply”. Mendengar dengan lebih baik secara nyata akan membuka kemungkinan munculnya berbagai peluang baru.
Dale Carnegie, pakar berpikir positif, mengatakan “Anda bisa menciptakan lebih banyak teman baru dalam dua bulan, dengan menumbuhkan rasa tertarik dan keinginan mendengar dari mereka, ketimbang berusaha keras selama dua tahun, untuk mencoba menarik perhatian orang lain.”
Menjadi Pendengar Yang Baik
Terkadang seseorang mendengarkan dipengaruhi prasangka. Jika si pendengar telah berasumsi buruk atau jelek terhadap seorang pembicara, maka asumsi itu akan mempengaruhi aktivitas mendengarkan karena apa pun yang dibicarakan akan selalu salah atau disalahkan. Sikap emosional pulalah yang membuat percakapan menjadi perdebatan, tanggapan emosional terhadap apa yang dikatakan orang lain tidak jarang berubah menjadi pertengkaran.
Keharusan untuk mendengarkan seringkali dirasakan sebagai beban oleh banyak orang, namun mungkin dapat dipertimbangkan bahwa orang lain dalam hidup kita benar-benar layak untuk didengarkan karena mereka berharga. Mendengarkan tidak saja merupakan kebutuhan, tapi juga merupakan hadiah yang kita berikan kepada orang lain.
Mendengarkan merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dilatih, dan ditingkatkan. Saat seseorang mampu mendengarkan dengan baik, kemampuan ini dapat memperbaiki hubungan-hubungan mereka secara pribadi, dan hubungan lainnya yang lebih luas.
Kunci mendengarkan yang baik adalah bersifat peka dan menahan diri, mencoba untuk memahami dan tidak berupaya untuk menjawab. Kebanyakan orang tidak sungguh-sungguh mendengarkan atau memperhatikan sudut pandang kita sebelum mereka yakin kita sendiri mendengarkan dan menghargai sudut pandang mereka.
Menjadi pendengar yang baik dimulai dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam memberi perhatian terhadap pribadi lawan bicara kita. Perhatian yang tulus pada apa yang diungkapkan oleh lawan bicara dapat membuat orang membuka diri. Karena pendengar yang baik tidak berlagak seakan-akan membutuhkan sesuatu. Mereka juga tidak menghibur, memuji, menyinggung, atau pun menyela.
Penting sekali kita menahan untuk tidak memberi tanggapan sebelum selesai berbicara. Menutup mulut dan berpura-pura mendengarkan lebih baik daripada menyela. Untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh, kita harus berusaha menghargai perasaan pembicara.
Mendengarkan dengan peka sering kali tanpa kata, tetapi tidak pernah pasif. Selain itu, memahami dibantu dengan dengan bertanya, meminta penjelasan, mencari tahu kekhasan pengalaman pembicara. Pendengar yang baik adalah penerima yang aktif, terbuka, peka, dan mencari tahu.
Membiarkan orang lain menjelaskan pendapatnya sampai tuntas amat penting dan sulit jika orang tersebut mengkritik kita. Jalan terbaik jika seseorang mulai mengkritik kita adalah mendengarkannya sampai selesai dan mengakui pendapatnya sebelum membela diri.
Mendengar kritik memang salah satu tantangan yang paling berat yang harus kita hadapi. Namun, membalas dengan marah, walaupun masuk akal, hanya memperburuk segala sesuatunya. Untuk menghindari ini latihlah diri untuk mendengarkan dengan peka, memberi perhatian dan menghargai apa yang dikatakan orang yang mengkritik.
Hal yang harus diperhatikan menjadi pendengar yang baik adalah belajarlah mendengarkan pembicaraan yang tidak menyenangkan hati kita, karena untuk mendengarkan perkataan yang tidak mengenakkan, kita perlu melatih kestabilan emosi. Belajarlah mendengarkan keluhan orang lain, walaupun tidak menarik bagi kita. Biasanya seseorang sangat antusias jika dia membicarakan masalah dirinya dan menceritakan kesusahannya kepada orang lain. Padahal, boleh jadi orang yang diajak bicara sebenarnya tidak tertarik. Tapi, kalau kita mau mendengarkan baik-baik, kemudian berempati kepadanya, berarti kita sudah berbuat baik kepadanya, dan itu termasuk amal saleh bagi kita.
Teknik Dalam Mendengar
Seorang sutradara film terkenal pernah mengatakan bahwa banyak actor gagal menjadi bintang film karena mereka tidak pernah mempelajari seni mendengarkan secara kreatif. Untuk menjadi seorang actor yang besar, seorang harus mampu, baik menjadi seorang pendengar yang ulung maupun pembicara yang efektif. Kata-kata pembicara tercermin dalam wajah pendengarnya bahkan suatu cermin. Ia dapat mengambil suatu adegan dari pembicara kepasihannya dalam mendengarkan.
Sedangkan Frank Betgerr (1996) mengungkapkan bahwa dalam pembicaraan, pengetahuan lebih banyak diperoleh melalui telinga daripada melalui mulut, saya memberikan tempat kedua kepada sikap diam diatara keutamaan yang hendak saya kembangkan”.
Hasil penelitian Bierker (1980) menunjukan bahwa mendengar merupakan sarana komunikasi yang paling banyak digunakan:
Mendengar 53%
Berbicara 16%
Membaca 16%
Menulis 14%
Ketika berbicara, biasanya kita mendengarkan dalam salah satu dari lima tingkat :
Mendengarkan membutuhkan keterampilan khusus, sebagaimana berbicara. Karena mendengarkan adalah cerminan pribadi seseorang, sebagaimana diungkapkan oleh David J. Schwartz (1996:154) mengungkapkan bahwa : “… semakin besar orang yang bersangkutan, semakin cenderung ia mendorong anda untuk berbicara, semakin kecil orang yang bersangkutan semakin cenderung ia mengkhotbahi anda”.
Diantara keterampilan mendengar diungkapkan BS.Wibowo,dkk (2002:92) dari kupasan Geoff Nightingale dalam Synergenic antara lain :
Sedangkan menurut James K. Van Fleet (1996:179) dalam bukunya : “Key to Success with people” mengungkapkan seni mendengar yang efektif sebagai berikut :
Sedangkan David J Swartz dalam bukunya “The Magic of Thinking Big” (1996: 154) mengungkapkan seni mendengar kedalam tiga tahapan dan untuk menguatkannya dengan cara bertanya dan mendengarkan :
Proses Mendengarkan Efektif
Komunikasi yang berjalan secara berhasil dan sesuai dengan rencana, dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pembicara dan pendengar. Keduanya memiliki peran masing-masing sehingga terjadi komunikasi efektif. Dapat dikatakan efektif apabila komunikasi yang dilakukan mempunyai sama pengertian. Maksudnya ketika seorang pembicara mengatakan ”A” demikian pula mengenai pendengar menangkap informasi berupa ”A”. Sebaliknya, komunikasi dikatakan tidak efektif apabila pembicara mengatakan ”A”, tetapi yang didengarkan oleh pendengar yaitu ”B”. Oleh karena itu, dalam mendengarkan merupakan bagian yang tak kalah pentingnya dengan berbicara efektif dalam setiap presentasi.
Bukan hanya bagi pendengar untuk mengetahui pelajaran ini, seorang pembicara juga harus mengetahui cara mendengarkan yang efektif ketika presentasi berlangsung. Misalnya ketika seseorang bertanya kepada pembicara mengenai informasi yang disampaikan, kemudian pembicara harus menjawabnya secara jelas. Tanpa menggunakan teknik pendengaran yang efektif, seorang pembicara tidak akan mungkin menjawab dengan jelas atau menjawabnya menyimpang dari pertanyaan yang dilontarkan, atau bahkan pembicara meminta pendengar untuk mengulang kembali pertanyaan-pertanyaan yang dilemparkan. Untuk itu, perlu dipahami bagaimana cara seseorang mendengarkan pembicaraan dengan efektif.
Seseorang dalam mendengarkan informasi secara efektif memiliki prosesnya, yaitu mendengarkan, pemahaman, mengingat, penafsiran dan mengevaluasi.
Mendengarkan melibatkan pemrosesan suara di dalam setiap otak manusia. Ada beberapa cara mendengarkan, yaitu:
Pemahaman merupakan proses penerimaan arti kata-kata yang disampaikan sehingga dapat sesuai dengan kata-kaa yang keluar dari pihak pembicara. Dengan kata lain topik pembicaraan yang disampaikan, disusun dan diulang kembali sehingga informasi yang disampaikan dapat lebih memahaminya.
Setelah memahami informasi yang telah disampaikan, kemudian melakukan pengujian kemampuan berapa besar informasi tersebut dapat disimpan dan dicatat ke dalam suatu memori. Agar informasi dapat disimpan dalam jangka waktu lama, pendengar perlu melakukan konsentrasi penuh terhadap pesan yang dibicarakan. Hal ini bertujuan bahwa apabila sewaktu informasi dibutuhkan kembali, dapat digunakan sesuai apa yang telah didengarkan dan meminimalisir kesalahpahaman.
Penafsiran merupakan proses memahami pesan yang disampaikan sesuai dengan ide, harapan dan pengalaman pribadi. Maksudnya Informasi/pesan yang disampaikan dihubungankan dengan informasi/pesan yang telah kita dengar, baca/lihat sebelumnya dari beberapa sumber. Sumbernya misalkan dari televisi, pengalaman pribadi, perbincangan, radio dan lain-lain.
Setelah melakukan penafsiran, kemudian langkah selanjutnya mengevaluasi mengenai pesan yang disampaikan. Dengan kecakapan berpikir pendengar menilai yang diungkapkan oleh pembicara, membedakan fakta dan opini, serta mengevaluasi bukti yang dikemukakan pembicara. Apabila pembicaraan tidak sesuai dengan penafsiran pendengar, hal ini akan menimbulkan tanggapan kepada pembicara.
Penelitian menunjukkan bahwa setiap manusia menghabiskan waktunya untuk bekerja dengan mendengarkan sekitar 50%. Nilai ini sama besarnya dengan nilai gabungan waktu yang dihabiskan untuk membaca, menulis dan berbicara. Dengan demikian agar proses mendengarkan informasi dilakukan secara efektif, maka kita perlu menggunakan teknik sesuai dengan langkah-langkahnya.
Mendengar yang dalam praktiknya membutuhkan adanya jiwa besar. Mendengar dan bertanya bukan menunjukan kebodohan seseorang tetapi menunjukan kualitas hidupnya, apalagi bagi seorang pemimpin.